Laman

Jumat, 10 Agustus 2012

PESTA DANAU TOBA DAN SAMOSIR ART FESTIVAL 2011, SEMANGAT PROMOSI PARIWISATA TANO BATAK



PERJALANAN MENUJU TEMPAT PESTA
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.05 wib, saya masih dalam kebimbangan. Dalam hati saya bergumam sendiri “sekarang sudah hari Senin, 26 Desember, besok pembukaan Festival Danau Toba 2011, kalau saya tidak berangkat hari ini maka saya akan terlambat”. Akhirnya saya mengenyampingkan segala kebimbangan hati dan mulai mengemasi barang-barang yang saya perlukan selama diperjalanan dan beberapa hari dilokasi acara. Perjalanan dengan lonjakan adrenalin seperti yang saya rasakan saat ini selalu menjadi hal yang saya sukai, menantang, seperti itu batin saya berkata. Perjalanan ini merupakan perjalanan pertama saya untuk menyaksikan dan memotret perhelatan Pesta Danau Toba.
Dengan serius saya menyeleksi setiap barang bawaan. Meminimalisir se-minim mungkin barang bawaan sehingga nanti tidak memberatkan dan menyulitkan perjalanan, karena dalam perjalanan ini saya juga akan memotret.  Akhirnya satu tas ransel berisi beberapa helai pakaian, peralatan mandi, majalah National Geographic edisi terbaru, sudah jadi kebiasaan saya sejak dulu kalau pergi kemana-mana bawa buku atau majalah sebagai teman perjalan yang menyenangkan, dan kamera dengan segala aksesoris pendukung yang saya miliki siap untuk dibawa beserta tas pinggang untuk menyimpan hp dan dompet agar lebih aman dan mudah diakses apabila saya perlukan.
Dengan diantarkan naik motor oleh salah seorang adik junior, dari kampus saya berangkat  menuju simpang Bandara Internasional Minangkabau, menunggu kedatangan bus ALS yang akan membawa saya dari Kota Padang menuju Kota Parapat, Provinsi Sumatera Utara, lokasi acara Festival Danau Toba dan Samosir Art Festival 2011 digelar.
Jam tangan yang saya pakai, sudah menunjukkan jam 14.48 wib, hampir 3 jam saya menunggu bus yang tak kunjung datang juga. Berencana naik dijalan untuk menghemat ongkos bus, ternyata saya harus terlantar. Dalam kebosanan akhirnya saya putuskan untuk naik travel menuju Kota Bukittinggi. Sesampai di Kota Bukittinggi saya segera menuju stasiun bus ALS dan mengambil tiket resmi. Saya masih harus menunggu kedatangan bus sekitar 2 jam lagi. Waktu menunggu yang terasa membosankan saya manfaatkan dengan duduk di kedai kopi dan membaca majalah.
Sekitar pukul 18.00 wib, bus ALS yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga, tapi bus tidak langsung berangkat. Sesudah menyelesaikan segala urusan administrasi keberangkatan, sekitar pukul 19.30 wib bus ALS yang saya tumpangi baru berangkat. Tiket bus resmi dengan harga 180.000 ribu rupiah yang saya pegang ternyata tidak menjamin saya mendapatkan bangku tempat duduk yang layak, saya cuma dapat bangku tempel, isitilah di bus-bus untuk bangku tambahan, berupa bangku plastik yang ditempatkan diselasar tengah bus. Akan menjadi perjalan yang menantang sekaligus melelahkan, begitu batin saya berkata. Sepanjang malam saya tidak bisa tidur, karena tidak mendapat tempat meletakkan kepala dengan baik. Bus juga bergerak kencang melalui jalan-jalan yang berkelok-kelok, mendaki dan menurun, membuat kepala saya semakin sering keluar dari posisi yang baik untuk tidur. Dengan terpaksa mata saya terbuka sepanjang malam. Disepanjang perjalanan juga diwarnai dengan dua kali insiden, bus rusak dan terpaksa berhenti 1 sampai 2 jam untuk memperbaiki mesin bus yang mengalami gangguan. Hari sudah sangat siang ketika saya turun dari bus di pasar Kota Parapat, sekitar pukul 13.00 wib. Saya berjalan menuju salah satu rumah makan Padang yang banyak terdapat di pasar Kota Parapat, perut saya sudah terasa keroncongan, lapar. Sesudah kenyang mengisi perut, saya menaiki angkot dari pasar menuju lokasi tempat pelaksanaan pembukaan Pesta Danau Toba 2011 dekat pelabuhan Tiga Raja, pelabuhan penyeberangan dari Kota Parapat menuju Pulau Samosir. Saya tidak dapat menyaksikan pembukaan acara, karena sampai dilokasi sudah siang, sementara pembukaannya dilangsungkan pada pagi hari.

Parade Gondang tradisional Batak selama 72 jam tanpa berhenti dalam rangka memecahkan rekor MURI. Parade gondang tanpa henti ini sesekali diselingi dengan penampilan tari Tor-tor

PESTA DANAU TOBA 2011
Pesta Danau Toba merupakan perhelatan rakyat bernuansa budaya adat Batak yang setiap tahun dilaksanakan. Pesta Danau Toba merupakan event kebudayaan tahunan yang sudah masuk dalam kelender event pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pesta ini pelaksanaannya dipusatkan di Kota Parapat, kota yang secara infrastruktur dikembangkan menjadi penghubung langsung antara tepian daratan utama Danau Toba dengan Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba. Pelaksanaan Pesta Danau Toba juga melibatkan secara aktif kabupaten-kabupaten lain yang berada diseputaran Danau Toba. Karena wilayah tempat dimana Danau Toba berada merupakan tanah asal orang-orang Batak dan secara administratif meliputi 8 wilayah kabupaten/kota; Kabupaten Samosir,  Kabupaten Karo, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Dairi Pak-pak dan Kota Parapat. Setiap tahun event ini dalam pengelolaan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan menyerahkan kepada kepala daerah kabupaten/kota yang berada diseputaran Danau Toba untuk menjadi leader dalam pelaksanaan pesta Danau Toba, dan leader ini selalu berganti-ganti berdasarkan hasil rapat koordinasi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pemandangan Danau Toba yang indah dilihat dari daerah Tuk-tuk, Pulau Samosir
Pesta Danau 2011 dilaksanakan dengan tetap mengusung semangat promosi keindahan alam Danau Toba dan Keunikan Budaya Batak serta ditambah dengan beberapa perlombaan olah raga dan permainan rakyat yang bernuansa tradisonal dan modern. Adapun materi acara yang dilaksanakan berupa; atraksi tari-tarian Batak seperti Tari Cawan dan Tor-tor Tunggal Panaluan, fashion show busana adat Batak, lomba seni budaya, festival suling tradisional Batak, Opera Batak, lomba balap perahu tradisional Batak, parade kapal hias, lomba sepeda santai, lomba lari 10 km, lomba renang, lomba catur dan pemutaran film dokumenter tentang sejarah Danau Toba.
Pada event ini juga digelar acara pemecahan rekor MURI memukul gendang tradisonal Batak selama 72 jam tanpa berhenti. Parade kapal hias berbentuk parade kapal-kapal penyeberangan dari Parapat ke Pulau Samosir yang dihiasi oleh ragam hiasan dan bendera berwarna-warni.
Lomba balap perahu tradisional Batak yang disebut Solu Bolon dalam bahasa setempat, sangat menarik untuk ditonton. Perahu-perahu tradisional ini memulai perlombaan dengan garis star di Pulau Samosir dan finis di pelabuhan Kota Parapat, jarak tempuh yang cukup jauh dengan menggunakan perahu dayung. Dibutuhkan tim yang solid dan bugar serta pembacaan secara cermat kondisi perairan Danau Toba yang terkadang suka berombak lumayan besar.
Lomba sepeda santai terbuka untuk umum yang dilaksanakan di Pulau Samosir dengan jarak tempuh 10 km. Diharapkan dari lomba sepeda santai ini dapat mempromosikan bentang alam yang indah, sejarah perkembangan dan budaya masyarakat Batak yang menarik dan kuliner setempat.     
Ada hal yang sedikit berbeda dalam pelaksanaan Pesta Danau Toba 2011 dibanding tahun-tahun sebelumnya. Biasanya pelaksanaan dilangsungkan pada kisaran bulan Juni-Juli, mengingat saat itu adalah saat liburan sekolah. Dengan kondisi sekolah yang lagi libur, diharapkan tingkat kunjungan wisatawan domestik meningkat dan tingkat pastisipati masyarakat di sekeliling Danau Toba juga semakin aktif untuk mensukseskan perhelatan pariwisata bernafas kebudayaan batak ini. Tetapi tahun  2011 Pesta Danau Toba dilaksanakan pada tanggal 27-30 Desember. Sesudah pelaksanaan Hari Natal. Pengunduran waktu pelaksanaan ini entah dikarenakan apa, sepertinya kekurang siapan panitia pelaksanaan untuk melaksanakannya sesuai dengan kebiasaan pada tahun-tahun sebelumnya.
Setelah cukup puas berkeliling dan memotret dilokasi acara pembukaan, menyaksikan keramaian dan aktifitas orang-orang lokal dan wisatawan yang datang berkunjung, saya putuskan untuk menyeberang dari pelabuhan Tiga Raja, Kota Parapat ke pelabuhan Tomok, Pulau Samosir untuk menyaksikan acara Samosir Art Festival 2011.

MENGUNJUNGI TANAH PARA RAJA BATAK BERASAL
Di pelabuhan Tiga Raja banyak ditemukan kapal khusus untuk menyeberang. Pada hari biasa, ongkos kapal 3.000 ribu rupiah perorang, tapi pada saat-saat keramaian tertentu seperti pada saat libur sekolah, pesta Danau Toba dan hari Natal, ongkos kapal mengalami kenaikan menjadi 5.000 ribu rupiah perorang. Tidak terlalu memberatkan kantong. Dengan menggunakan kapal penyeberangan biasa, waktu penyeberangan ditempuh dalam waktu yang tidak terlalu lama, sekitar 45 menit.
Pada saat di kapal penyeberangan saya sempat bertemu dan berkenalan dengan beberapa kawan-kawan dari beberapa mapala di Kota Medan yang sedang menyelenggarakan Lomba Rock Climbing di tebing gunung Danau Toba. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.32 wib ketika kaki saya mendarat di dermaga pelabuhan Tomok, Samosir. Akhirnya saya pijakkan juga kaki saya untuk pertama kalinya di tanah para Raja-raja Batak berasal, padahal saya lahir dan besar di Sibolga, salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, terdengar miris memang.
Tomok adalah desa yang ramai, disini ada pasar tempat menjual berbagai kerajinan tangan buatan pengrajin-pengrajin Samosir. Harga berbagai kerajinan tangan ini bervariasi sesuai dengan tingkat kerumitan pembuatan dan keunikannya, secara umum harga-harganya relatif terjangkau saku para wisatawan, sampai saku wisatawan seperti saya yang bawa uang sangat pas-pasan. 

Pengrajin kerajinan tangan tradisonal sedang membuat berbagai macam marchendise lokal di salah satu kios penjual kerajinan tangan di pasar Tomok, Pulau Samosir
Selesai berkeliling dipasar saya menyempatkan diri menyaksikan penampilan tarian boneka Si Gule-gulempong, mengunjungi komplek rumah adat Batak dan kuburan batu salah satu Raja Batak yang letaknya tak jauh dari pasar Tomok. Sambil berkeliling saya mencari informasi tempat pelaksanaan Samosir Art Festival 2011 kepada beberapa masyarakat lokal. Dari informasi yang saya terima, acara tersebut dilaksanakan di Pantai Pasir Putih, Parbaba, ternyata tempat pelaksanaannya cukup jauh juga, satu setengah jam perjalanan naik angkot dari pasar Tomok. Mengingat hari yang sudah sore, saya bergegas mencari angkot yang sesuai dengan tujuan saya. 

Rumah tradisonal masyarakat suku Batak yang terdapat di komplek perumahan Raja-raja Batak di Tomok. Terlihat didepan rumah boneka Si Gule-gulepong
Kuburan batu (sarcopagus) salah satu Raja Batak di daerah Tomok
Komplek kuburan ini dihiasi dengan berbagai jenis patung-patung dan tempat duduk yang dipahat dari batu
Angkot ini tidak bisa dibilang nyaman, cukup parah sebenarnya, tapi karena tidak punya pilihan akhirnya saya naiki saja, yang penting bisa segera sampai ke tujuan. Dalam angkot yang pengap dan berbunyi riuh rendah karena kondisi angkot yang lumayan parah ditambah kondisi jalan yang juga tidak mulus. Dalam keadaan serba tidak nyaman itu tanpa saya sadari mata saya terkantuk, kelelahan. Satu setengah jam perjalanan tidak saya sadari sama sekali sampai akhirnya supir angkot membangunkan saya “bang sudah sampai di Pantai Pasir Putih” katanya sambil mengguncang-guncang pundak saya. Dengan enggan saya buka mata dan turun dari angkot. Belum jauh saya meninggalkan angkot, si supir angkot memanggil saya dengan suara lumayan keras “bang, ongkosnya belum dibayar”. Saya baru sadar kalau belum bayar ongkos angkot karena tadi ketiduran, dengan sedikit rasa malu, saya datangi lagi supir angkot, membayar ongkos angkot yang saya tumpangi “maaf bang saya lupa, ketiduran tadi” kata saya sambil senyum-senyum tak jelas, supir angkot maklum, ikut senyum-senyum tak jelas dan segera menekan pedal gas angkot berlalu meninggalkan saya dengan debu yang berterbangan akibat injakan pedal gas angkotnya. Ongkos angkot menuju Pantai Pasir Putih, Parbaba dari pasar Tomok tidak terlalu mahal, 12.000 ribu rupiah. Sangat sepadan dengan jauhnya perjalanan dan kondisi angkot.
Saya berjalan masuk kearah tepian Danau Toba di Pantai Pasir Putih. Sesuai dengan namanya, salah satu bagian pantai Danau Toba ini terlihat seperti pantai dipinggir laut dengan hamparan pasir putih dan morfologi pantai yang landai sampai sejauh kira-kira 200 meter dari bibir pantai. Air danau jernih, melebihi kejernihan Danau Maninjau di Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang sering saya kunjungi. Padahal kedua danau ini sama-sama digunakan masyarakat setempat sebagai lokasi pengembangan keramba jaring apung.

Keindahan pemandangan Pantai Pasir Putih, Parbaba disaat hari menjelang malam

Suasana keramaian dilokasi acara Samosir Art Festival 2011, Pantai Pasir Putih, Parbaba, Pulau Samosir
Tak jauh dari bibir pantai terlihat keramaian acara Samosir Art Festival 2011. Perhelatan Samosir Art Festival 2011 mengusung tema “Generasiku Berbudaya”, sebagai ruang yang diciptakan untuk mengajak generasi muda tanah Batak untuk tetap mencintai dan melestarikan budaya dan nilai-nilai luhur masyarakat Batak serta kampanye pelestarian lingkungan hidup khususnya di seputaran Danau Toba.
Acara ini bertujuan untuk mempromosikan potensi pariwisata alam dan budaya Batak yang hidup ada dan hidup di Pulau Samosir. Walaupun event ini masih bertaraf event lokal Kabupaten Toba Samosir baru dilaksanakan untuk pertama kalinya namun promosinya cukup gencar, kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara cukup banyak serta materi-materi acara juga cukup banyak dan menarik, berupa kegiatan-kegiatan budaya dan seni seperti seni bela diri tradisional Batak yakni Mossak Batak, penampilan Tari Cawan serta tari-tarian tradisonal Batak yang lainnya, penampilan opera tradisional Batak di malam pembukaan, stand-stand workshop yang menampilkan kerajinan-kerajinan tradisional seperti pembuatan Ulos Batak dan pelatihan pembuatan kerajinan gerabah secara tradisional oleh masyarakat Samosir.
Selain itu diadakan juga lomba menggambar untuk anak-anak, belajar menulis dan membaca aksara Batak dan lomba layang-layang yang diikuti oleh beberapa negara di Pantai Pasir Putih, Parbaba. Pertunjukan berbagai permainan tradisional adat Batak, diantaranya adalah Marsungkil, Margala, Marsiada, pertunjukan boneka "Si Gale-Gale" yang sangat terkenal karena yang melakukan tarian adalah boneka kayu yang dibuat secara mekanis dengan teknologi yang tradisional. Event ini sangat bernuansa edukasi bagi generasi muda khususnya yang berasal dari tanah Batak.
Acara ini dimeriahkan pula dengan kehadiran dan penampilan musisi muda Batak, Vicky Sianipar yang sedang populer karena melakukan perubahan aransemen beberapa lagu Batak dan menciptakan lagu-lagu baru berbahasa Batak dengan aliran musik yang sangat dinamis dan enak untuk didengar.
Samosir Art Festival 2011 berlangsung sejak tanggal 28-29 Desember 2011. Dalam pembukaan acara, Bupati Kabupaten Toba Samosir, Bapak Ir. Mangindar Simbolon berharap agar kegiatan ini tidak dilaksanakan sekali saja, tetapi dilaksanakan setiap tahun sehingga dapat menjadi agenda rutin tahunan pariwisata di Kabupaten Toba Samosir.
Event Samosir Art Festival 2011 ini digagas dan dilaksanakan oleh anak-anak muda perantaun yang berasal dari Kabupaten Toba Samosir berkolaborasi dengan pemuda-pemuda lokal yang tinggal diwilayah kabupaten bersangkutan dengan dibantu secara penuh oleh Pemerintah Kabupaten dan Tokoh-tokoh Masyarakat Toba Samosir. 
Tongam Sirait, musisi muda dari tanah Batak dan beberapa rekan musisinya sedang bermain musik dan menyanyikan beberapa lagu-lagu Batak ciptaan Vicky Sianipar, memeriahkan perhelatan Samosir Art Festival 2011
Di atas panggung pertunjukan, Tongam Sirait, musisi muda dari tanah Batak terlihat sedang memainkan gitarnya sambil bernyanyi diiringi oleh beberapa pemain musik yang lain.

Taringot au uju tinggal di huta
Rap do si dongan magodang
Parmeam-meam tu hauma

Molotung adong dohot sabena beta
Rap dohot dongan mancai sonang tahe
Ma ronang-ronang

Dung mulak sian hauma
Marlojong tu tao toba
Marlangei so na marloja
Si hubbeon nungga tung maccai makina
Didadang ari namar hali pitonga
Di hosni ari i

Taringot au…..taringot au uju tinggal di huta
Taringot au…..tu akka dongan magodangi

Molo tikki poltak bulan
Marendei di halaman rap hon dohot akka namar baju
Mekkel-mekkel tung maccai sonang
Molo tikki poltak bulan
Marendei di halaman rap hon dohot akka na marbaju
Mekkel-mekkel so adong nahurang

Suaranya terdengar nyaring dan sangat merdu membawakan lagu ciptaan Vicky Sianipar, salah satu musisi muda tanah Batak yang lagi hits, Taringot Au (Teringat Aku), punya karakteristik suara tersendiri. Lagu ini bercerita tentang kerinduan akan kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan. Saya begitu meresapi lagu yang dinyanyikannya. Siapapun orang yang mengerti arti syair lagu ini dan sedang berada diperantauan pasti akan teringat dan rindu akan kampung halamannya.
Ragam acara silih berganti ditampilkan dari atas panggung pertunjukan, diselingi suara riuh tepuk tangan, obrolan yang semakin hangat dan pekikan-pekikan kecil suara anak-anak yang bermain-main air dan mandi di tepian Pantai Pasir Putih, tepian Danau Toba.

Salah satu tarian tradisional Batak sedang ditampilkan diatas panggung pertunjukan
Hari beranjak malam, orang-orang yang berdatangan semakin ramai saja. Saya berkenalan dengan salah satu tokoh masyarakat adat dan seorang pemuda setempat. Mereka menjadi kawan berbicara yang menyenangkan. Saat menjelang tengah malam, sebuah pertunjukan opera Batak digelar. Pertunjukan opera yang bernuansa magis, dengan latar belakang pohon-pohon Beringin tua. Pertunjukan diakhiri dengan mandinya sang lakon dalam drama ke dalam danau diikuti oleh beberapa orang pemain drama yang lain dan pengunjung, malam dingin yang terasa menghangatkan.
Malam ini saya menumpang tidur disalah satu tenda besar yang disediakan panitia untuk pengunjung yang akan menginap dilokasi. Hanya ada beberapa orang yang tidur dalam tenda, dan semuanya adalah panitia acara, kecuali saya. Tepian Danau Toba di malam hari memang terasa sangat dingin. Saya tertidur pulas kelelahan.
Sinar Matahari terasa lembut menerpa wajah, saat pintu tenda saya buka untuk mengintip keluar, belum terlalu siang. Tangan kiri saya meraih sebotol aqua yang selalu saya sediakan dikantong kiri tas ransel, membuka penutupnya dan meneguk air yang terasa dingin dikerongkongan, tapi sungguh menyegarkan. Saya beranjak keluar sembari menggendong tas. Perlahan saya berjalan menuju tepian danau, cerah sekali pagi ini. Banyak orang beraktifitas ditepian danau, mandi, mencuci pakaian, mencuci piring, atau sekedar duduk bermenung.
Selesai membersihkan diri ala-kadarnya, saya duduk memandangi aktifitas orang-orang. Dua orang anak kecil yang sedang melakukan sesuatu menarik perhatian saya. Bangkit berdiri saya berjalan menghampiri mereka. Terlihat sangat asik, mereka sedang menyiangi dan membersihkan beberapa ekor ikan yang sepertinya akan dimasak. Berbincang-bincang di pagi hari dengan mereka berdua terasa menyenangkan, masa kecil di kampung yang bahagia, tanpa tekanan. 

Terlihat berbagai aktifitas masyarakat dan pengunjung Pantai Pasir Putih di pagi hari
Saya mengeluarkan kamera dan mulai memotret aktifitas mereka. Setelah mengambil dua tiga petik gambar, saya kembali berjalan menyusuri pantai Pasir Putih. Kaki saya sampai diujung pantai, beberapa stand berdiri tak jauh dari bibir pantai ke arah darat. Aktifitas acara telah dimulai lagi, beberapa anak-anak terlihat bergerombol di stand belajar membaca dan menulis aksara Batak, hal yang sama juga saya temukan di stand belajar menggambar, stand pelatihan pembuatan gerabah tradisional dan stand pembuatan kain Ulos Batak yang terkenal. 

Anak-anak kecil sedang belajar menggambar di salah satu stand melukis yang disediakan panitia acara
Salah seorang anak sedang belajar membuat gerabah pada seorang pengrajin gerabah lokal disalah satu stand acara
Seorang remaja sedang membuat kain tenunan tradisional, Ulos Batak yang terkenal
Saat hari menjelang siang dipantai terlihat aktifitas yang berbeda, orang-orang semakin ramai memadati tepian pantai, ternyata perlombaan layang-layang telah dimulai. Secara naluriah mata saya memandang kelangit, langit biru dipenuhi warna-warna yang berbeda. Warna-warni layang-layang yang menari-nari bersama hembusan angin, saya tersenyum kecil, indahnya bumi Tuhan. Saya berjalan berkeliling, memotret apa saja yang saya ingin potret. 

Lomba layang-layang yang dihadiri oleh beberapa peserta dari negara sedang berlangsung di Pantai Pasir Putih
Kaum tua-pun tak mau ketinggalan ikut meramaikan perhelatan Samosir Art Festival 2011 di Pantai Pasir Putih, Parbaba

KEMBALI KE KOTA PARAPAT
Tak terasa sudah lepas tengah hari. Setelah membereskan barang-barang bawaan dan berpamitan dengan dengan beberapa orang panitia acara, saya beranjak keluar dari Pantai Pasir Putih menuju persimpangan jalan yang kemaren sore saya masuki. Tak lama menunggu angkot yang menuju pasar Tomok lewat dan menghampiri saya. Didalam angkot saya melamunkan pengalaman yang baru saya dapatkan, Samosir Art Festival 2011 acara yang menarik, dan dilaksanakan ditempat yang juga menarik, banyak hal positif yang saya temukan. Mata saya selalu memandang keluar jendela angkot yang siang ini tidak begitu ramai penumpangnya. Pemandangan alam sepanjang tepian Danau Toba terhampar indah, diselingi aktifitas masyarakat lokal yang terlihat cuma sesaat dari jendela mobil angkot.

Indahnya pemandangan tepian Danau Toba
Sesampainya di pasar Tomok, saya segera bergerak menuju pelabuhan, menaiki kapal yang akan menyeberang kembali ke pelabuhan Tiga Raja, Parapat. Tak lama menunggu kapal yang saya tumpangi meninggalkan pelabuhan. Saya memandangi Pulau Samosir yang indah, yang terlihat semakin menjauh. Saya belum sempat mengeksplorasi seluruh keindahan pulau, suatu saat saya akan kembali lagi, dan akan berpetualang mengelilingi pulau ini, begitu niat saya ucapkan dalam hati.
Sesampai di pelabuhan Tiga Raja saya segera turun dari kapal dan berjalan kaki menuju pasar Kota Parapat yang lumayan jauh dari pelabuhan, kurang lebih 3 km. Waktu sudah menujukkan jam 15.10 wib, perut saya sudah keroncongan, belum diisi nasi sejak pagi. Setelah berjalan hamper 45 menit akhirnya saya sampai di rumah makan Padang tempat kemaren siang saya mengisi perut. Rasa capek dan lapar menambah nafsu makan saya, dalam waktu singkat nasi dipiring saya ludeskan, berganti tempat ke dalam perut. Selesai makan siang saya beristirahat diatas bangku dalam rumah makan.
Saat menjelang malam saya berjalan menuju lapangan tempat panggung pertunjukan Pesta Danau Toba 2011 digelar. Ada dua kegiatan yang dipertunjukkan malam ini, pagelaran busana adat Batak dan konser konser Band Wali, yang sengaja didatangkan untuk memeriahkan acara. Lapangan pertunjukan sudah dipenuhi ribuan penonton. Terasa pengap dan sesak. Saya berjalan menjauhi kerumunan orang-orang. Menikmati acara dari sudut lapangan yang tidak dipenuhi penonton. Lewat tengah malam acara berakhir, orang-orang bergerombol berjalan pulang, lapangan pertunjukan kembali sunyi.

Panggung pertunjukan Pesta Danau Toba 2011 dipadati oleh pengunjung
Pada saat-saat perhelatan Pesta Danau Toba mayoritas hotel-hotel yang ada terisi penuh, terutama hotel-hotel dengan harga kamar untuk kelas menengah ke bawah, hanya kamar-kamar yang berharga mahal yang masih tersisa, yang tentunya tak sesuai dengan isi dompet saya yang pas-pasan, kalau tidak mau dibilang kere. Tapi kondisi perjalanan tanpa penginapan seperti ini tak pernah membuat saya khawatir, ada satu filosofi perjalanan yang saya buat sendiri “selalu ada rumah Tuhan yang menanti saya”. Akhirnya saya segera berjalan kembali ke pasar Kota Parapat, menuju mesjid yang ada ditengah pasar. Malam itu saya menginap di mesjid, begitu pula untuk dua malam berikutnya, terasa sangat menghemat biaya selama diperjalanan.
Dua hari berikutnya saya lewatkan diseputaran arena pelaksanaan Pesta Danau Toba 2011 di Kota Parapat. Hampir setiap ragam acara saya hadiri. Ada beberapa acara yang terlihat unik; lomba balap perahu tradisional dengan rute balapan dari Pulau Samosir ke pelabuhan Kota Parapat, festival suling tradisonal Batak dan pemecahan rekor MURI menabuh gendang tradisonal Batak selama 72 jam tanpa berhenti sedetikpun. 

Lomba perahu dayung tradisonal Batak yang menempuh rute menyeberangi Danau Toba, dari Tomok, Pulau Samosir menuju pelabuhan Kota Parapat
Salah seorang peserta sedang meniup suling tradisional Batak pada pagelaran festival suling tradisional
Parade kapal hias ikut meramaikan dan memeriahkan acara Pesta Danau Toba 2011
Pada hari terakhir, penutupan perhelatan Pesta Danau Toba 2011 dipertunjukkan tarian Tor-tor Tunggal Panaluan Dohot Manglahat Horbo ( tari Tor-tor Tunggal Panaluan dengan memotong Kerbau). Tarian ini melibatkan banyak orang, bernuansa magis, tempat meminta petunjuk kepada para leluhur dengan menyuguhkan berbagai macam hidangan dan diakhiri dengan memotong seekor kerbau sebagai bentuk persembahan kepada Yang Kuasa,  lahir dari suatu cerita tradisional yang dipercaya terjadi di masa lampau.

Pertunjukan tarian Tor-tor Tunggal Panaluan Dohot Mangalahat Horbo
Para penari Tor-tor Tunggal Panaluan dohot mangalahat horbo
Berbagai jenis makanan disuguhkan dalam ritual tarian Tor-tor Tunggal Panaluan dohot mangalahat horbo
Seekor kerbau dipotong pada akhir ritual Tor-tor Tunggal Panaluan, sebagai bentuk persembahan kepada Yang Kuasa

Tak terasa sudah 3 hari saya berada diacara Pesta Danau Toba 2011.Segala kesulitan dan kesusahan yang terasa selama perjalanan kelokasi yang ditempuh kurang lebih 18 jam bersama bus ALS dari Kota Padang menuju Kota Parapat dan bertahan hidup dengan segala kesederhanaan selama 4 hari dilokasi acara terbayar tuntas dengan keramahan penduduk setempat dan kemeriahan acara yang disuguhkan. Walaupun beberapa pendapat bernada miring tentang perhelatan event Pesta Danau Toba 2011, secara pribadi saya sangat menikmatinya dan berharap suatu saat saya bisa datang berkunjung kembali dan menikmati suasana seperti ini lagi.
Perlahan kaki saya beranjak menuju terminal Kota Parapat, meninggalkan bekas-bekas keramaian pesta, menunggu bus ALS malam yang akan membawa saya kembali ke Kota Padang, sudah waktunya pulang. 

GALERI FOTO PESTA DANAU TOBA DAN SAMOSIR ART FESTIVAL 2011

Boneka Si Gule-gulepong yang dapat digerakkan secara mekanik dengan metode tradisonal
Perahu tradisional masyarakat Batak 
Pelatihan pembuatan gerabah untuk anak-anak dan remaja disalah satu stand acara Samosir Art Festival 2011
Seorang remaja sedang menenun kain Ulos Batak dengan menggunakan peralatan tenun tradisional
Beragam warna benang yang digunakan untuk menenun kain Ulos
Seorang remaja sedang menenun kain Ulos Batak dengan menggunakan peralatan tenun tradisional
Seorang penenun sedang menenun kain Ulos Batak dengan menggunakan peralatan tenun tradisional. Secara umum kaum ibu di Pulau Samosir menenun Ulos sebagai kegiatan sampingan yang hasilnya kemudian dijual untuk menambah pembiayaan rumah tangga
Salah satu corak Ulos Batak hasil tenunan
Seorang turis mancanegara yang mengunjungi acara Samosir Art Festival sedang melukis dipinggiran Pantai Pasir Putih, Parbaba
Penampilan tarian oleh salah seorang penari yang ikut meramaikan acara Samosir Art Festival 2011
Penampilan tarian oleh salah seorang penari yang ikut meramaikan acara Samosir Art Festival 2011
Para penari perempuan yang terlibat dalam pertunjukan ritual Tor-tor Tunggal Panaluan dohot mangalahat horbo pada acara Pesta Danau Toba 2011
Para penari perempuan yang terlibat dalam pertunjukan ritual Tor-tor Tunggal Panaluan dohot mangalahat horbo pada acara Pesta Danau Toba 2011

Kaum laki-laki dan perempuan terlibat dalam pertunjukan ritual Tor-tor Tunggal Panaluan dohot mangalahat horbo pada acara Pesta Danau Toba 2011

Para penari perempuan yang terlibat dalam pertunjukan ritual Tor-tor Tunggal Panaluan dohot mangalahat horbo pada acara Pesta Danau Toba 2011
Para penari pria yang terlibat dalam pertunjukan ritual Tor-tor Tunggal Panaluan dohot mangalahat horbo pada acara Pesta Danau Toba 2011

Siluet sore hari di pelabuhan Tomok

7 komentar:

  1. PESTA DANAU TOBA DAN SAMOSIR ART FESTIVAL 2011, SEMANGAT PROMOSI PARIWISATA TANO BATAK

    BalasHapus
  2. mantab pren..... pabilo kito pature dikampung halam nan baiko?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pabilo nandak kawan ???? apo namo pesta nyo kawan ??? pesta rakyat pesisir mungkin...hahahahahaha

      Hapus
  3. Keren....
    Datang lagi ya..
    Salam dari tepian Danau Toba

    Monang Naipospos

    BalasHapus
  4. Yang nyanyi di pents itu bukan Vicky Sianipar, tapi Tongam Sirait. Vicky memang datang kesana merekam video untuk album barunya, tapi tidak sempat naik ke pentas

    BalasHapus
  5. Makasih untuk masukannnya Pak Monang Naipospos :-)
    Saya akan prbaiki :-)

    BalasHapus
  6. Mantap......Ada Foto Oppung ku @Pantai Pasir Putih Parbaba....

    BalasHapus